“Masa silam saya kelam,” ucap anak muda itu mengenang
masa lalunya. Penampilannya yang necis tak membersitkan sedikit pun sebagai
mantan pecandu obat terlarang. Rambut lurus bagai kucai dipotong pendek.
Sisirannya yang dibelah tengah menambah tampilan lebih apik. Semburat wajahnya
menyimpan keteduhan.
“Dulu, ganja, putaw, atau sabu adalah teman setia
saya,” lanjut pemuda itu. Awal dirinya berkenalan dengan barang-barang
terlarang adalah dari teman bergaul. Beberapa teman sepermainan menyeretnya
untuk coba-coba mengisapnya. Satu, dua kali hingga akhirnya menjadi candu. Dirinya
menemukan suasana lain setelah mengonsumsi obat-obat tersebut, fly. Semakin
hari, dari waktu ke waktu, intensitas pemakaian obat itu pun bertambah.
Akhirnya, dia merasakan, apabila tidak mendapatkan obat terkutuk tersebut, dia
merasa tersiksa.
“Bahkan, sampai saya harus menyilet lengan saya lalu
saya isap darah yang keluar. Itu jika saya tak bisa mendapatkan barang setan
tersebut,” tuturnya datar seraya memperlihatkan bagian kedua lengannya yang
diiris-iris untuk diisap darahnya.
Beragam obat terlarang pernah masuk ke dalam tubuhnya.
Mulai yang diisap hingga yang disuntikkan. Saat itu, dirinya benar-benar
terjerat sekawanan setan. Tidak bisa lepas. Teramat sangat sulit untuk
memisahkan diri dari mereka. Setiap saat seakan-akan dirinya dikuntit, terus disodori
barang-barang terlarang.
Nasihat dari orang tuanya tidak pernah dihiraukannya.
Begitu pula nasihat dari saudara-saudara atau sanak famili, didengarnya, tetapi
tidak pernah digubris. Ia pun tetap bergelut dengan narkoba. Bisik rayu setan
lebih ampuh baginya dibandingkan dengan nasihat. Perangkap Iblis benar-benar
mencengkeramnya.
“Karena saya tidak pernah menghiraukan nasihat, ada
saudara orang tua saya yang mengusulkan agar saya tidak lagi diakui sebagai
anak,” akunya. “Namun, ibu saya tidak setuju,” paparnya sendu mengenang hal
itu.
Akibat perbuatannya, nama baik keluarga tercoreng di
hadapan masyarakat. Apalagi ibunya adalah seorang pegiat dakwah. Ibunya sering
diminta mengisi berbagai pengajian. Tidak sedikit masyarakat yang mencemooh dan
melecehkan orang tuanya, terutama ibunya. Bisa mengajari orang lain, tetapi
anak kandungnya sendiri terjerat nafsu setan. Begitulah di antara kata-kata
yang terlontar.
Sungguh, orang tuanya benar-benar sedang diuji. Tidak
mengherankan apabila saudara-saudaranya mengusulkan agar dirinya dibuang,
dikeluarkan dari anggota keluarga, dan tidak diakui lagi sebagai anak. Ini
semua karena beratnya menanggung malu. Ya, malu karena nama baik keluarga
tercoreng.
Di tengah cemooh, cercaan, dan hinaan sebagian orang,
ibunya tetap sabar. “Setiap ada waktu, ibu selalu menasihati saya. Ibu selalu
memberi kelembutan kepada saya,” kenangnya. Ia berusaha untuk tidak menitikkan
air mata. Ia berupaya tegar saat mengenang ibunya yang penyabar. Anak muda itu
menghela napas panjang. Suasana sunyi. Daun di pepohonan bergoyang tersentuh
angin. Langit biru tersaput tipis awan putih.
Satu malam, ibunya terbangun. Seperti biasa, ibunya
menunaikan shalat tahajud. Malam demi malam dilaluinya dengan munajat kepada
Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Malam demi malam ditaburinya dengan rukuk, sujud,
zikir, dan doa. “Saat ibu tengah bermunajat, saya terbangun. Saya tatap ibu
yang terselubung mukena putih. Seakan-akan mata tak mau berkedip. Saya tatap
terus ibu,” ucapnya sungguh-sungguh.
Ia melanjutkan, “Saat saya menatap ibu, saya seperti
diingatkan. Malam itu, kesadaran menyelinap ke dalam hati. Malam itu, saya
bertobat,” kisahnya mengenang detik-detik tobatnya.
Sejak peristiwa itu, kehidupan anak muda tersebut
berubah drastis. Semangat hidupnya mencuat kembali. Kepedulian terhadap agama
pun tumbuh. Ibadahnya mulai berlangsung teratur. Pemuda itu telah insaf, meniti
kembali jalan yang benar. Kegelapan yang selama ini menyelimuti, sirna. Ia
berada dalam cahaya terang benderang. Ia yakin, semua ini tak luput dari
sepenggal doa ibunda, setelah kehendak Allah Subhanallahu wa Ta’ala.
Kisah di atas nyata, diungkapkan langsung kepada
penulis sekitar tahun 1980-an.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
“Tiga doa yang dikabulkan: doa orang yang dizalimi,
doa orang yang sedang safar (dalam perjalanan), dan doa orang tua terhadap
anaknya.” (HR. At-Tirmidzi no. 3448 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh al-Albani rahimahullahu dalam ash-Shahihah no.
598 dan 1797).
[kisah ini
diambil dari tulisan panjang Al-Ustadz Abulfaruq Ayip Syafruddin berjudul:
Sepenggal Doa Ibunda, dalam majalah Asy Syariah no. 76/VII/1432 H/2011, hal.
29-30]
JANGAN PERNAH SIA-SIA ORANG TUA SELAGI AYAH DAN BUNDA MASIH HIDUP...
BERIKAN DIA YANG TERBAIK...
DOAKAN DIA...
RAWAT LAH DIA...
KARENA DIA PINTU SURGA MU...
SEPENGGAL DOA BUNDA
Reviewed by Unknown
on
10:16 PM
Rating:

No comments: